Pemilu Hong Kong baru-baru ini yang diadakan pada tanggal 19 September 2021, telah diawasi secara ketat oleh masyarakat di seluruh dunia sebagai barometer iklim politik kota tersebut menyusul penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional yang kontroversial. Pemilu ini mencatat rekor jumlah pemilih, dengan lebih dari 2,1 juta orang memberikan suara mereka untuk memilih anggota Dewan Legislatif.
Ada beberapa hal penting yang dapat diambil dari pemilu Hong Kong terbaru yang menjelaskan keadaan politik dan masyarakat kota tersebut saat ini. Salah satu perkembangan paling signifikan adalah kemenangan besar kandidat pro-kemapanan, yang memperoleh mayoritas kursi di Dewan Legislatif. Hasil ini dipandang sebagai validasi kebijakan Beijing di Hong Kong dan cerminan meningkatnya pengaruh kekuatan pro-Tiongkok dalam lanskap politik kota tersebut.
Hal penting lainnya yang dapat diambil dari pemilu ini adalah penurunan signifikan dalam jumlah kandidat pro-demokrasi dan pendukung mereka. Banyak tokoh pro-demokrasi terkemuka, termasuk Joshua Wong dan Jimmy Lai, didiskualifikasi dari pencalonan mereka atau memilih untuk memboikot pemilu sebagai protes terhadap tindakan keras pemerintah terhadap perbedaan pendapat. Hasilnya, para kandidat pro-demokrasi hanya meraih sedikit kursi, hal ini sangat kontras dengan pemilu-pemilu sebelumnya di mana mereka mempunyai kehadiran yang signifikan di Dewan Legislatif.
Pemilu ini juga menyoroti perpecahan mendalam dalam masyarakat Hong Kong, dengan kubu pro-kemapanan dan pro-demokrasi terpolarisasi dalam isu-isu seperti pemerintahan, otonomi, dan kebebasan berpendapat. Tingginya jumlah pemilih dan kuatnya dukungan terhadap kandidat pro-kemapanan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat sejalan dengan visi Beijing untuk Hong Kong, sementara protes dan seruan demokrasi yang terus berlanjut menandakan bahwa masih banyak orang yang tidak puas dengan kondisi saat ini. iklim politik.
Secara keseluruhan, pemilu terbaru di Hong Kong menggarisbawahi tantangan yang dihadapi kota ini dalam menghadapi lanskap politik yang kompleks di bawah bayang-bayang Undang-Undang Keamanan Nasional. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pergeseran ke arah sikap yang lebih pro-Tiongkok di kalangan pemilih, namun juga menyoroti perjuangan yang sedang berlangsung untuk demokrasi dan kebebasan sipil dalam menghadapi meningkatnya kontrol pemerintah. Ketika Hong Kong terus bergulat dengan isu-isu ini, hasil pemilu menjadi pengingat akan ketegangan dan perpecahan yang mendalam dalam masyarakat kota tersebut yang akan membentuk masa depan Hong Kong.