Hong Kong telah menjadi pusat kerusuhan dan protes politik dalam beberapa tahun terakhir, dan ketegangan memuncak pada tahun 2019 dalam apa yang disebut sebagai “gerakan RUU anti-ekstradisi.” Protes tersebut telah menarik perhatian internasional dan memicu perdebatan tentang otonomi daerah semi-otonom tersebut.
Protes ini dimulai pada bulan Juni 2019 sebagai tanggapan terhadap usulan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan pihak berwenang mengekstradisi tersangka kriminal ke Tiongkok daratan. Banyak penduduk Hong Kong melihat hal ini sebagai ancaman terhadap otonomi daerah dan khawatir hal ini akan mengikis kebebasan sipil kota tersebut. Akibatnya, ratusan ribu orang turun ke jalan dalam salah satu protes terbesar dalam sejarah kota tersebut.
Protes tersebut ditandai dengan bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi, dengan dugaan penggunaan kekuatan berlebihan oleh penegak hukum. Situasi semakin meningkat pada bulan Juli ketika para pengunjuk rasa menyerbu gedung Dewan Legislatif, merusak ruangan tersebut dan merusak potret para anggota parlemen.
Ketika protes berlanjut, muncullah pemain-pemain kunci di kedua pihak yang berkonflik. Di pihak pengunjuk rasa, tokoh-tokoh terkemuka termasuk Joshua Wong, seorang aktivis pro-demokrasi yang vokal mengkritik pengaruh Beijing di Hong Kong, dan Jimmy Lai, pendiri surat kabar pro-demokrasi Apple Daily. Keduanya menghadapi tantangan hukum dan telah ditangkap beberapa kali karena keterlibatan mereka dalam protes.
Di sisi lain, Kepala Eksekutif Carrie Lam menjadi tokoh kunci dalam respons pemerintah terhadap protes tersebut. Lam awalnya mendorong rancangan undang-undang ekstradisi tetapi kemudian menundanya karena protes masyarakat. Namun, cara dia menangani situasi ini mendapat banyak kritik, dan banyak yang menuduhnya tidak peduli dengan kekhawatiran masyarakat Hong Kong.
Protes terus berlanjut sepanjang tahun 2019 hingga tahun 2020, dan belum terlihat akan berakhir. Pandemi virus corona telah mengurangi momentum gerakan tersebut, namun ketegangan masih tetap tinggi ketika Beijing terus menegaskan otoritasnya atas wilayah tersebut.
Protes Hong Kong telah menjadi simbol perjuangan demokrasi dan kebebasan di tengah meningkatnya pengaruh Tiongkok. Situasinya masih berubah-ubah, dengan kedua belah pihak berusaha keras dan tidak ada resolusi jelas yang terlihat. Masih harus dilihat bagaimana protes ini pada akhirnya akan berakhir dan bagaimana masa depan Hong Kong.